Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, pemerintah sudah menyediakan dana yang diminta perompak. Namun, dia mengakui pemerintah belum mengetahui bagaimana mekanisme pembayarannya, mengingat perompak tidak memiliki rekening bank yang jelas. “Kami khawatir, kalau sudah dibayar, mereka minta lagi tanpa melepaskan para awak kapal yang disandera. Tapi pada prinsipnya pemerintah siap melakukan yang terbaik agar para awak kapal pulang dengan selamat ke Tanah Air,” tegas Fadel, Selasa (12/4) pagi.
Siang harinya, Presiden SBY berbicara di depan publik bahwa sejak mendapat informasi pertama mengenai adanya insiden pembajakan, pemerintah langsung menyiapkan sejumlah langkah dengan mengutamakan keselamatan WNI yang disandera. Namun apa saja langkah yang sudah ditempuh pemerintah, tidak disebutkan dengan alasan bisa mengganggu upaya penyelamatan.
Sulit ditutup-tutupi bahwa pemerintah terkesan ogah-ogahan, antara lain karena kapal tersebut milik swasta. Kita berharap pemerintah tidak lagi menerapkan management by pressure, yakni baru bertindak setelah ada desakan kuat dari masyarakat. Apa pun pekerjaannya, 20 pelaut tersebut adalah anak bangsa yang harus ditolong. Kita perlu belajar dari negara lain yang rela mengorbankan sumber daya sebesar apa pun demi menyelamatkan nyawa warga negaranya. Kita harus malu dengan Amerika Serikat yang mau bersusah payah mencari dan mengevakuasi jasad satu orang warganya yang tewas tertimbun dihajar tsunami di Thailand, tahun 2004 lalu. Kita juga harus malu dengan Filipina yang mau berbuat apa saja demi menyelamatkan seorang TKW-nya.
Karena itu, upaya penyelamatan 20 pelaut Indonesia yang disandera perompak Somalia harus dilakukan at all cost. Rakyat Indonesia pasti mendukung sikap pemerintah yang lebih mendahulukan nyawa rakyatnya ketimbang hanya menimbun uang dalam kas negara. Pemerintah sempat mengeluarkan banyak uang demi mengevakuasi WNI dari Mesir saat negeri itu dilanda pergolakan, dan tidak ada protes dari masyarakat. Masyarakat sadar bahwa nyawa lebih berharga dari apa pun. Karena itu, upaya penyelamatan para WNI yang disandera di Somalia harus segera dilakukan dengan lebih sistematis dan berani.
Kita mendukung sepenuhnya upaya pemerintah yang mengedepankan negosiasi. Tapi harus ada urut-urutan langkah yang jelas dalam upaya penyelamatan tersebut. Bila negosiasi menemui jalan buntu, maka pemerintah harus berani mengambil langkah militer untuk membebaskan para sandera.
Kita bisa belajar bagaimana Korea Selatan dan Malaysia, yang sukses melumpuhkan para perompak Somalia yang membajak kapal dan menyandera warga negara mereka. Pasukan khusus kedua negara diturunkan untuk menewaskan dan melumpuhkan para perompak tersebut.
Dalam kaitan ini, kita menyayangkan pernyataan sejumlah pejabat termasuk petinggi militer, yang terkesan takut untuk mengambil langkah militer melawan para perompak tersebut. Kita punya pasukan khusus yang tak kalah hebat dengan pasukan khusus negara mana pun.
Kita tak boleh lupa bahwa pada tahun 1981, pasukan khusus TNI-AD mengharumkan nama bangsa ke dunia internasional dengan kisah suksesnya melumpuhkan para teroris yang menyandera pesawat DC-9 Woyla di Bandara Don Muang Thailand. Bisa kita bayangkan, di saat militer kita masih berdwifungsi saja, kita sudah mampu melakukan operasi militer sehebat itu. Apalagi sekarang, di kala TNI sudah kembali sepenuhnya ke barak dan fokus pada tugas-tugas militernya.
Kita yakin pasukan khusus kita, baik Kopassus TNI-AD, Pasukan Katak TNI-AL, maupun Paskhas TNI-AU, mampu membebaskan para sandera tersebut dengan selamat. Karena itu, pemerintah harus segera memutuskan tenggat waktu bagi upaya negosiasi. Bila buntu, terjunkan segera putra-putra terbaik kita di TNI untuk membebaskan anak bangsa yang disandera. Apalagi Pemerintah Somalia sendiri sudah membuka pintu bagi operasi militer ini. Kita tidak kalah melawan para perompak jahanam itu.
Di sisi lain, kita juga melihat adanya pesan moral dari drama penyanderaan ini, bahwa kemiskinan dan kebodohan bisa melahirkan para kriminal tak berperikemanusiaan. Mereka muncul akibat kegagalan negara membangun bangsanya. Somalia yang terkategori negara gagal menjadi bukti konkret.
Pekan lalu, Gerakan Integritas Nasional melansir bahwa Indonesia sudah memenuhi 9 dari 13 kriteria negara gagal. Ini lampu merah bagi kita untuk terus berbenah diri. Cukup sudah kita punya para debt collector sadis, yang muncul dari gerbang dari kemiskinan dan ketertinggalan pendidikan kita. Jangan lebih dari ini.
Kasus penyanderaan 20 WNI di Somalia bisa menjadi bukti apakah Indonesia memenuhi atau tidak, salah satu kriteria negara gagal, yakni negara harus mampu menjaga keamanan dan melindungi warga negaranya.
reff : www.suarapembaruan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar